Kamis, 19 Februari 2015

HYVON NGETICH : Kejatuhan Bukanlah Akhir



Hyvon Ngetich, ia tidak sepopuler Cristian Ronaldo atau Lionel Messi. Dia mungkin hanya terkenal di Kenya, negara asalnya. Atau di kalangan para pencinta olahraga lari marathon dunia. Atau di antara para jurnalis olahraga yang sering meliput lomba lari marathon. Namun minggu lalu Ngetich menggemparkan dunia. Bukan karena mencatat rekor spektakuler dalam marathon yang diikutinya, tapi karena hal lain. Ngetich jadi populer karena aksi heroiknya. Ia ikut dalam Sunday’s Austin Marathon. Sampai beberapa ratus meter menjelang finish ia memimpin di depan. Petaka terjadi sekitar 400 meter sebelum garis finish. Ia tiba tiba tumbang - kemudian diketahui hal itu terjadi karena kekurangan zat gula. Petugas medis lomba segera berlari dan menawarkan kursi roda kepadanya. Ia menolak. Dengan merangkak – bertumpu pada telapak tangan dan lutut – ia menyelesaikan lomba. Ia mencapai garis finish di urutan kedua dengan catatan waktu 3:04:02.68.
Kepada Televisi local Austin KEYE TV Ngetich menyampaikan alasan kenapa ia tidak berhenti. Alasannya, ‘berlari, selalu, terus berlari dan berlari”
Jon Conley – Direktur Lomba Austin Marathon - yang menyerahkan hadiah uang sebagai juara kedua menyampaikan, “Anda berlari sebagai seorang yang gagah berani dan   merangkak dengan cara yang belum pernah saya saksikan dalam hidup saya. Anda layak mendapat penghormatan”

Dr. Laura Goldberg, dokter specialist olahraga dari Klinik Cleveland, kepada ABC News menganjurkan kepada para pelari untuk tidak mengikuti apa yang dilakukan Ngetich. Mereka seharusnya peka pada tanda tanda untuk tahu kapan mesti berhenti. Namun Goldberg juga berujar ,“Orang banyak tidak akan pernah mengerti mengapa seorang pelari harus merangkak susah payah mencapai garis finish”. Ngetich sendiri ketika ditanya Radio BBC, ‘apa yang ia rasakan saat itu?’ hanya bisa menjawab ‘ saya tak dapat mengingat apa yang terjadi saat itu”

Kisah Hyvon Ngetich  kemudian menghiasi berbagai surat kabar dan televisi. Detik-detik ketika ia merangkak untuk dapat mencapai garis finis diunggah di youtube dan ditonton banyak orang. Ngetich bukan lagi hanya cerita seorang atlit yang mengikuti lomba marathon. Ngetich melampaui semua itu. Hyvon Ngetich adalah inspirasi. Dia menjadi gambaran dari manusia, Dia adalah wajah kita. Jika hidup ini adalah lintasan lari marathon, setiap orang harus berlatih keras untuk mengikutinya. Marathon – seperti halnya hidup – adalah lintasan panjang. Di lintasan marathon semua orang berharap mencapai finis, sebagian lagi berharap menjadi juara. Kerumunan di titik start begitu ramai. Beberapa kilometer pertama masih begitu ramai, untuk kemudian jarak semakin jauh dan kerumunan semakin berpencar sampai hanya tersisa sedikit orang. Seorang pemenang lari marathon sering adalah seorang yang kesepian. Ia berlari sendiri, di antara tatapan ribuan mata penonton. Tak ada yang berpikir akan jatuh. Ketika kaki menjejak garis finish dan badan menyentuh pita pembatas yang ada adalah kepuasan. Inilah titik di mana kedigdayaan dipertunjukkan.
Dan jatuh??? Jatuh adalah kutub yang lain. Jatuh adalah pengalaman terpuruk, menyakitkan. Ketika jatuh tak banyak orang yang mau mendekat. Ada yang mendekat hanya untuk bilang ‘yah kasihan’ dan tak berbuat apa-apa. Ada juga yang bahagia dan senang melihat kejatuhan orang lain. Ada yang tertawa.
Ngetich menunjukkan sisi lain kemanusiaan kita. Tidak menyerah ketika jatuh. Ia punya alasan untuk berhenti walau garis finish hanya tinggal 400 meter lagi. Ia bisa saja memutuskan cukup dan tidak meneruskan lomba dan duduk di kursi roda petugas medis. Tapi kenyataannya Ngetich tidak berhenti, ia tidak menyerah. Ia yakin garis finish sudah di depan mata, ia mesti meneruskan lomba sampai akhir, kalaupun untuk itu ia harus merangkak dan bertumpu pada lutut.
Di Jalan Salib kehidupan, ada saatnya kita – Anda dan saya – JATUH. Kita punya pilihan : BERHENTI atau BANGKIT TERUS BERJALAN. Ngetich terus berlari walau dengan merangkak dan ia mencapai finish.

Selasa, 17 Februari 2015

‘ORI’ & ‘KW’ DI ‘REPUBLIK OPLOSAN’



Dua hari yang lalu saya membaca tulisan seorang sahabat di blog. Tulisannya tentang ‘cara membedakan tas asli dan palsu”. Dia mengunggah tulisannya di grup pencinta olahraga dan kegiatan luar-ruang. Apa pentingnya tulisan seperti itu pikir saya. Tapi rupanya ada alasan cukup mendasar. Sekarang ini jaman ‘branded’, apa-apa mesti punya merek. Merek secara psikologis member jaminan akan mutu dari sesuatu. Di sisi lain ia juga memberi efek kepercayaan diri bagi yang memakai. Ada semacam hukum sebab akibat di situ: merek mahal dan terkenal menyebabkan orang kelihatan mahal dan berkelas juga. Sebaliknya, tanpa merek anda bukan siapa siapa. Dalam bahasa Cartesian kurang lebih “saya bermerek maka saya ada”. Ada konsekwensi lain lagi: semakin terkenal suatu merek, semakin mahal harga yang harus dibayar. Orang membayar gengsi, bukan fungsi. 


Ada pemakai yang sangat ‘brand-minded’, fanatik pada merek tertentu dan bersedia membayar mahal untuk itu. Selain demi kualitas, gengsi tentu berperan di situ. ‘Ruang Gengsi’ inilah yang jadi celah untuk dimanfaatkan. Maka bermunculanlah barang tiruan. Meniru bentuk aslinya dengan kualitas yang sudah pasti lebih rendah, namun mencantumkan merek yang sama. Sahabat saya tadi merasa terpanggil memberi pencerahan bagaimana membedakan yang asli dengan yang tiruan ini. Menariknya ada yang dengan sadar, tahu dan mau mencari barang tiruan ini. Tentu semangatnya ‘dengan pengorbanan sekecil kecilnya mendapatkan gengsi sebesar-besarnya’, yah hukum ekonomi jugalah berlaku di sini. Maka penjual menyediakan semuanya, asli dan tiruan. Dalam bahasa sehari-hari yang asli disebut ‘ORI’ (dari ORIGINAL), yang palsu atau tiruan disebut 'KW' (berasal dari kata kwalitas = kualitas) - yang konotasinya berarti 'tiruan'. Awalnya untuk memudahkan kategorisasi kualitas dengan masing-masing tingkatan harga, seperti : KWsuper, KW1, KW2, dan seterusnya. KW Super berarti mendekati asli, sedangkan KW1 berada di bawahnya, KW2 lebih bawah lagi.  Di jalanan yang ORI berseliweran bersama yang KW. Ada yang bisa dibedakan, namun adapula yang nyaris sama, sulit dibedakan.


Persoalan ORI – KW ini merambah hampir semua bidang kehidupan. Ada minuman keras ori, ada kw. Yang kw biasanya hasil ‘oplosan’, campuran dari bermacam-macam unsur. Hasilnya selain bikin mabuk, ya bikin mati. Ada aparat ORI, asli. Ada aparat KW, palsu. Maka sering kita baca di Koran atau tonton di televisi ada wartawan gadungan tertangkap, ya itu dia KW tadi. Ada polisi gadungan, dokter gadungan, tentara gadungan juga ulama gadungan. Di era KW ini, apa pun bisa di-KW-kan. Oh ya, hasil foto juga begitu. Ada foto ‘ori’, ada foto ‘kw’ hehehe. Seperti foto Abraham Samad dan Feriyani Lim hehe. Ada yang mengklaim itu ori, ada yang menyebutnya kw. Aku gak tahu itu ori apa kw, auk ah. KTP juga begitu, ada ori ada kw. Gara-gara KTP kw ini karir cemerlang orang terancam.

Repot ya. Sudah tentu. Semakin pintar orang meniru, semakin canggih kerjanya, semakin sulit untuk membedakan. Maka, setelah membaca penjelasan kawan tadi saya masih kesulitan membedakan tas saya ORI apa KW hehehe. 

Semoga soal ORI atau KW ini tidak merambat jauh. Bahaya kalau ternyata ada suami ori, suami kw. Ada istri ori, ada istri kw. Lebih bahaya kalau ternyata Presiden kita KW, MPR nya KW, DPR nya KW, Hakim KW, Polisi KW, Tentara KW, Jaksa KW… Ups, semoga masih ada yang ‘ORI’ hehe. Makin mabuk kalau yang kw-kw ini dioplos, bisa memabukkan dan mematikan. Jangan sampai!!

Jumat, 13 Februari 2015

Valentine Day : SEJARAH, LATAH & SALAH KAPRAH


Manusia memberi julukan hari. Waktu yang sama dan biasa bagi orang tertentu, bisa menjadi sangat istimewa bagi orang lain. Friday 13th kemarin, bisa sangat mencekam bagi sebagian orang yang percaya akan mitos sial angka 13. Tapi hari itu bisa menjadi hari paling menggembirakan bagi sepasang suami istri yang menyambut kelahiran anak pertama buah cinta mereka. Maka, 13 bisa kesialan untuk sebagian, tapi kebahagiaan bagi yang lain.

Hotel-hotel tidak menyediakan kamar nomor 13. Pesawat juga tidak menyediakan tempat duduk nomor 13. Tapi Michael Ballack – mantan Kapten Timnas Jerman – memilih nomor punggung 13. Kesialan bagi yang lain, nomor keberuntungan untuk yang lain. Jadi mau apa??

Begitu juga 14 Februari. Setiap bangsa punya kisah. Setiap kisah punya makna. Gereja Katolik Roma juga demikian. Dalam Gereja Katolik (hampir) setiap hari ada pesta/peringatan Orang Kudus. Siapa orang kudus?? Mereka bukan makhluk antah berantah dari planet lain. Mereka manusia sama seperti kita. Mereka orang-orang biasa. Yang membuat mereka disebut ‘kudus’ karena mereka MELAKUKAN HAL-HAL BIASA DENGAN CINTA DAN CARA YANG LUAR BIASA. Maka setiap orang dipanggil kepada kekudusan. Kita potensial menjadi KUDUS, tapi tentu saja potensial juga menjadi KUDIS, hehe

Kalau Gereja merayakan pesta dan peringatan orang kudus setiap hari, menurut kalender/penanggalan liturgy, itu berarti setiap hari kita punya teladan yang hidupnya bisa ditiru. Orang yang sudah melakukan hal-hal biasa dengan cara luar biasa. Mereka bisa, maka kita juga bisa.

Lalu VALENTINE DAY?? Valentine Day juga lahir dari sejarah dan konteks budaya tertentu. Saya kutip apa yang ditulis Fr. William P. Saunders

St. Valentine dan Hari Valentine

oleh: P. William P. Saunders *

http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/1x1.gif

http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/70d2cbb0.jpg

Dalam martirologi kuno, disebutkan ada tiga St Valentine yang berbeda, yang pestanya sama-sama dirayakan pada tanggal 14 Februari. Sayangnya, kita tidak punya cukup catatan sejarah mengenainya. St Valentine yang pertama adalah seorang imam dan dokter di Roma. Ia, bersama dengan St Marius dan keluarganya, menghibur para martir pada masa penganiayaan oleh Kaisar Claudius II. Pada akhirnya, St Valentine juga ditangkap, dijatuhi hukuman mati karena imannya, didera dengan pentung dan akhirnya dipenggal kepalanya pada tanggal 14 Februari 270. Ia dimakamkan di Flaminian Way. Di kemudian hari, Paus Julius I (thn 333-356) mendirikan sebuah basilika di lokasi tersebut yang melindungi makam St Valentine. Penggalian-penggalian arkeologis yang dilakukan pada tahun 1500-an dan 1800-an menemukan bukti akan adanya makam St Valentine. Tetapi, pada abad ke-13, relikwinya dipindahkan ke Gereja Santo Praxedes dekat Basilika St Maria Mayor, di mana relikwi berada hingga sekarang. Juga, sebuah gereja kecil dibangun dekat Gerbang Flaminian di Roma yang dikenal sebagai Porta del Popolo, tetapi yang pada abad ke-12 disebut sebagai “Gerbang St Valentine,” seperti dicatat oleh ahli sejarah Inggris kuno William Somerset (juga dikenal sebagai William dari Malmesbury, wafat thn 1143), yang menempatkan St Beda sebagai otoritas Gereja Inggris awali.

St Valentine yang kedua adalah Uskup Interamna (sekarang Terni, terletak sekitar 60 mil dari Roma). Atas perintah Prefek Placidus, ia juga ditangkap, didera, dan dipenggal kepalanya, dalam masa penganiayaan Kaisar Claudius II.

St Valentine yang ketiga mengalami kemartiran di Afrika bersama beberapa orang rekannya. Tetapi, tidak banyak yang diketahui mengenai santo ini. Pada intinya, ketiga orang kudus ini, yang semuanya bernama Valentine, menunjukkan kasih yang gagah berani bagi Tuhan dan Gereja-Nya.

Kebiasaan populer mengungkapkan kasih sayang pada Hari St Valentine nyaris kebetulan bertepatan dengan pesta sang santo. Pada Abad Pertengahan, terdapat kepercayaan umum di kalangan masyarakat Inggris dan Perancis bahwa burung-burung mulai berpasangan pada tanggal 14 Februari, “pertengahan bulan kedua dalam tahun.” Chaucer menulis dalam karyanya, “Parliament of Foules” (dalam bahasa Inggris kuno): “Sebab ini adalah hari Seynt Valentyne, di mana setiap burung datang ke sana untuk memilih pasangannya.” Oleh karena alasan ini, hari tersebut diperuntukkan bagi para “kekasih” dan mendorong orang untuk mengirimkan surat, hadiah, atau tanda ungkapan kasih lainnya.


Suatu contoh literatur lain mengenai peringatan Hari St Valentine didapati dalam Dame Elizabeth Brews' Paston Letters (1477), di mana ia menulis kepada John Paston, laki-laki yang hendak meminang puterinya, Margery: “Dan, saudaraku, hari Senin adalah hari St Valentine dan setiap burung memilih pasangan bagi dirinya, dan jika engkau mau datang pada hari Kamis malam, dan bersedia tinggal hingga waktu itu, aku percaya kepada Tuhan bahwa engkau akan berbicara kepada suamiku dan aku akan berdoa agar kami dapat memutuskan masalah ini.” Sebaliknya, Margery menulis kepada John: “Kepada Velentineku terkasih John Paston, Squyer, kiranya surat ini sampai kepadamu. Kepada dia yang terhormat dan Valentineku terkasih, aku menyerahkan diriku, dengan sepenuh hati berharap akan kesejahteraanmu, yang aku mohonkan kepada Tuhan yang Mahakuasa agar dilimpahkan kepadamu sepanjang Ia berkenan dan sepanjang hatimu mengharapkannya.” Sementara berbicara mengenai perasaan cinta kasih Hari Valentine, tidak disebutkan sama sekali mengenai Santo Valentine.

Walau tampaknya saling bertukar ucapan selamat valentine lebih merupakan kebiasaan sekular daripada kenangan akan St Valentine, dan meski perayaan lebih jauh telah dikafirkan dengan dewa dewi asmara dan semacamnya, namun ada suatu pesan Kristiani yang sepatutnya kita ingat. Kasih Tuhan kita, yang dilukiskan amat indah dalam gambaran akan Hati-Nya Yang Mahakudus, adalah kasih yang penuh pengurbanan, yang tidak mementingkan diri, dan yang tanpa syarat. Setiap umat Kristiani dipanggil untuk  mewujudnyatakan kasih yang demikian dalam hidupnya, bagi Tuhan dan bagi sesama. Jelaslah, St Valentine - tanpa peduli yang mana - menunjukkan kasih yang demikian, menjadi saksi iman dalam pengabdiannya sebagai seorang imam dan dalam mempersembahkan nyawanya sendiri dalam kemartiran. Pada Hari Valentine ini, seturut teladan santo agung ini, setiap orang hendaknya mempersembahkan kembali kasihnya kepada Tuhan, sebab hanya dengan berbuat demikian ia dapat secara pantas mengasihi mereka yang dipercayakan ke dalam pemeliharaannya dan juga sesamanya. Setiap orang hendaknya mengulang kembali janji kasihnya kepada mereka yang terkasih, berdoa demi kepentingan mereka, berikrar setia kepada mereka, dan berterima kasih atas kasih yang mereka berikan. Janganlah lupa akan sabda Yesus, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:12-13). St Valentine telah menunaikan perintah ini, dan kiranya kita melakukan hal yang sama.

Bro n Sista semua,

Kalau burung di udara bisa mengungkapkan kasih sayang begitu indah, mengapa kita – manusia – makhluk berakal budi ini tidak bisa saling mengungkapkan kasih sayang??. Burung, hewan yang hidup berdasarkan insting dan naluri, punya ‘hari’ untuk mengungkapkan cinta – pertengahan bulan kedua dalam tahun. Semestinya kita lebih dari itu: SETIAP HARI ADALAH SAAT MENGUNGKAPKAN CINTA!!

Jadilah manusia pecinta yang mencintai Tuhan, sesama dan alam ciptaan dan dirinya sendiri dengan cinta yang luar biasa. Luv u full…….

Kamis, 12 Februari 2015

SELIMUT TETANGGA


Kawan saya punya cerita. Ia selalu enggan untuk pergi ke satu tempat, apalagi tempat baru, kalau kunjungan itu singkat. Sehari atau dua hari misalnya. Alasan utama, dia selalu butuh waktu lama – lebih dari sehari dua hari – untuk bisa tidur nyenyak di tempat baru. Bahkan itu juga terjadi kalau di nginap di hotel. Tak jelas apakah ini masuk dalam kategori xenophobia, ketakutan/kecemasan berlebihan terhadap hal asing, baik barang maupun orang. Entahlah. Kalau ini butuh penjelasan lebih lanjut dari yang berkompeten.


Keponakan saya lain lagi. Ia baru bisa tidur nyenyak kalau ada ‘bau’ ayahnya. Artinya itu bisa secara fisik ayahnya ada di dekat dia, atau hanya mencium bau tubuh yang melekat di baju misalnya. Maka jika ayahnya pergi agak lama harus meninggalkan satu atau dua baju bekas pakai yang masih ada sisa ‘bau keringat’ dan ajaibnya itu seolah-olah bisa menggantikan kehadiran fisik. Begitu juga ketika dia yang pergi tanpa ayahnya.

Anak perempuan sahabat saya juga punya cerita. Ia punya bantal guling ajaib. Jangan pikir bahwa ini benda sakti penolak bala atau bisa mengusir setan. Bantal guling ini ajaib karena bisa membuat dia betah. Di rumah sudah pasti bantal ini bagian tetap yang selalu harus ada di tempat tidur jika ia tidur, di sofa jika nonton televisi atau di karpet jika dia sedang bermain. Bantal ini juga wajib ada di mobil jika mengadakan perjalanan jauh. Dan tentu saja ikut dibawa pergi ketika pemiliknya naik pesawat. Di mana letak ajaibnya?? Itu tadi. Bantal ini bisa membuat nyenyak. Setelah beberapa lama bentuknya sudah tak karuan, tentu aromanya juga. Tapi benda ini gak boleh hilang. Ia teman setia ke mana saja.

Lain anak-anak, lain orang dewasa. Lain orang, lain lain pula kebiasaannya. Ada jenis orang yang punya kemampuan adaptasi tinggi. Jadi bisa tidur nyenyak di mana saja, termasuk di tempat yang samasekali baru atau samasekali asing. Tapi soal ‘bau’ itu memang menarik. Setiap orang punya ‘bau’ yang khas. Bau yang tidak saja berkaitan dengan indera penciuman, tapi dalam pengertian yang lebih luas. Maka saya terheran heran ketika mendengar lagu selimut tetangga. Rupanya ada banyak juga yang lebih bisa hangat pakai selimut tetangga daripada selimut di rumah. Walaupun tentu ada juga yang hanya merasa nyaman dengan selimut sendiri. Ups, di luar hujan dan angin, udara dingin. Lihat selimut jadi pingin tidur. Selimut sendiri, bukan selimut tetangga hehehe..

Oh ya bagi yang belum tau, ini liriknya :


Selimut Tetangga 
( Republik)

Bersabarlah sayang aku akan pulang
Jangan dengarkan gosip murahan tentang aku
Berjanjilah sayang ku slalu setia
Meski ku tak selalu di sampingmu

Tak usah kau menangis meratapi aku
Tak perlu kau berfikir ku meninggalkanku

Mana mungkin selimut tetangga
Hangati tubuhku dalam kedinginan
Malam malam panjang setiap tidurku
Selalu kesepian (2 x)

Berjanjilah sayang ku slalu setia
Meski ku tak selalu di sampingmu




𝐑𝐔𝐌𝐀𝐇 𝐓𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀, 𝐁𝐔𝐊𝐀𝐍 𝐑𝐔𝐌𝐀𝐇 𝐃𝐔𝐊𝐀

Bulan Oktober istimewa bagi saya. Papa dan Mama menikah di 21 Oktober, 49 tahun lalu. Dua adik perempuan saya lahir di Oktober. Keduanya jug...