Pertandingan memasuki menit ke 116 ketika wasit Howard Webb meniup pluit setelah sesaat sebelumnya Alexander Iniesta berhasil mencetak gol ke gawang Belanda yang dikawal Marteen Stekelenburg. 1 – 0 Spanyol unggul yang bertahan sampai peluit akhir dibunyikan. Waka-waka soundtrack resmi Piala Dunia menggema di seantero stadion menyambut kehadiran Sang Juara Dunia Baru : Spanyol!
Spanyol patut jumawa. Dua
tahun sebelumnya mereka sukses merajai Eropa dan saat ini menjadi kampiun Piala
Dunia. Dan Belanda? Lagi-lagi belum berhasil meruntuhkan mitos sebagai tim
spesialis Runner Up, seperti halnya dua perhelatan Piala Dunia sebelumnya, 1974
dikalahkan Jerman Barat dan 1978 takluk dari Argentina. Weslei Sneijder, dkk
menangis pilu.
Ronald Koeman – yang baru
saja ditunjuk sebagai pelatih anyar Barcelona, tim raksasa La Liga, tidak ada
di Tim Belanda saat itu. Seperti jutaan pendukungBelanda lainnya Koeman kecewa.
Mimpi melihat negaranya untuk pertamakali mengangkat trophy Piala Dunia kandas.
Pupus dihadapan sederetan “Generasi Emas”
Spanyol. Timnas Spanyol yang datang ke Afrika Selatan adalah sekumpulan pemain
yang digadang-gadang sebagai generasi emas. Hasil didikan akademi-akademi klub
dan ditempa dalam kompetisi yang menduduki kasta tertinggi Eropa, setelah
sebelumnya jaman keemasan Serie A Italia dan Premiere League Inggris. Dua tim
La Liga – Real Madrid dan Barcelona – merajai Eropa dalam kurun waktu itu.
Pemain dari kedua klub ini juga mendominasi tim nasional. Tiki taka, memainkan
bola dengan cepat dan mengandalkan penguasaan bola, menjadi tontonan menarik
dan menghibur. Di kaki Iniesta dan tandemnya di Barcelona maupun tim nasional
Xavi Hernandes, aliran bola tiki taka bak sebuah orchestra yang indah.
Kesuksesan Spanyol
berturut-turut merajai Eropa dan menjadi Juara Dunia seperti keniscayaan melihat bagaimana klub-klub
peringkat atas liga mereka bermain, terutama Barcelona dan Real Madrid.
Barcelona mendapat kredit khusus karena menularkan tiki-taka. Ironisnya negara
yang menjadi korbannya di Final Piala Dunia adalah Belanda. Negara tempat salah satu peletak dasar tiki taka di Barcelona berasal, Johan Cruyff.. Cruyff datang ke Barcelona pada pertengahan 1973 setelah sebelumnya
bermain untuk Ajax dan memenangi banyak trophy. Ia dibayar dua juta dollar,
yang membuatnya menjadi pemain termahal saat itu. Kehadiran Cruyff mendatangkan
berkah bagi Barcelona. Mereka menjuarai La Liga untuk pertama kali. Cruyff meninggalkan
Barcelona sebagai pemain tahun 1978. Setelahnya ia masih bermain bola dan
melanglang buana ke berbagai liga sepakbola sampai akhirnya pension di
Feyenoord, tim di Eredivisie Belanda. Karir kepelatihannya dimulai dengan
menangani tim muda Ajax. Tahun 1988 ia Kembali ke Barcelona, kali ini sebagai
pelatih tim utama. Bersama Cruyff Barcelona mengalami masa kejayaan. Dalam
kurun waktu 1989 – 1994 Ia berhasil mempersembahkan Juara Piala Winners dan
Juara Piala Champions dari empat kali keikutsertaan di final. Nama-nama beken seperti
Guardiola – yang kelak menjadi Pelatih Barcelona – Romario, Ronald Koeman,
Michael Laudrup, George Hagi, Hristo Stoickhov adalah Sebagian dari anak didik
lelaki yang bernama lengkap Hendrik Johannes Cruyff ini.
Bukan hanya gelar juara yang
dikenang. Johan Cruyff berhasil meletakan fundasi sepakbola yang menjadi
identitas Barcelona lewat Akademi La Massia, kawah candradimuka penggodokan
bibit-bibit pemain muda Barcelona. Cruyff adalah murid terbaik Bapak “Total
Football” Rinus Michael. Gaya ini dia terapkan di Barcelona hingga sukses
meraih 11 trophy. Raihan yang hanya bisa dikalahkan oleh salah seorang anak
didiknya – Joseph Guardiola – yang berhasil menyumbang 15 gelar bagi Barcelona selama
karir kepelatihannya.
Kenangan manis era Cruyff
yang berlanjut di bawah Pep Guardiola menjadi sirna seketika saat menyaksikan
Lionel Messi, dkk dibantai Bayern Munchen dengan skor telak 2 – 8! Kekalahan
ini seolah menjadi pertanda berakhirnya era generasi emas Barcelona. Beberapa pemain telah lama pension dan yang masih bermain pun
sudah berada di penghujung masa keemasan. Saatnya untuk memulai lagi. Tak lama
setelah kekalahan memalukan Presiden Klub langsung mengumumkan pengangkatan
Ronald Koeman sebagai pelatih. Koeman bukanlah wajah asing bagi Barca. Selepas
menjuarai Piala Eropa 1988 bersama Belanda, Koeman direkrut Barcelona dan
menjadi salah satu yang mengharumkan nama Barcelona di La Liga dan Eropa.
Pemain yang ketika aktif menempati posisi libero dan memilik tendangan geledek
ini adalah anak kandung total football. Apakah ia akan mengikuti jejak suskses
mentornya Johan Cruyff atau bisa sesukses rekannya yang telah terlebih dahulu
sebagai pelatih, Pep Guardiola? Yang pasti Koeman datang bukan pada saat
kejayaan, Ia harus mengembalikan harga diri tim dan membangunnya kembali
menjadi tim yang disegani dan ditakuti di Eropa. Akankah kita menyaksikan tiki
taka kembali atau tidak, kita tunggu kiprah Meneer Koeman.