Tahun 1944 Eva bertemu Juan Peron - politisi muda Argentina yang sedang populer - di acara malam amal untuk korban gempa. Mereka menikah setahun kemudian, 18 Oktober 1945. Ia kemudian lebih dikenal sebagai Eva (Evita) Peron. Tahun 1946 Juan Peron menjadi presiden Argentina. Eva menjadi first lady. Hanya enam tahun Eva mendampingi suaminya sebagai Ibu Negara. Ia meninggal karena kanker 1952. Kehidupan bak telenovela dan popularitas tak lekang oleh waktu. Ia tetap dikenang dan menjadi simbol perjuangan bahkan jauh setelah kematiannya. Publik Argentina menyebutnya "Cinderella Tango".
Pada 12 November 1976 sebuah lagu dirilis untuk mengenang Eva Peron. Lagu yang ditulis Andrew Lloyd Weber dan Tim Rice diberi judul "Don't Cry For Me Argentina". Puluhan tahun sesudahnya Madonna mempopulerkan lagi lagu ini.
Liriknya sbb :
Don’t cry for me
Don’t cry for me
Don’t look at me like that
With that face that lost its meaning
Don’t love me
It’s too late
Don’t anxiously wait for me
Because love is over
Why did you just let me leave?
If I knew I would regret like this
I wouldn’t have wandered in painful heartache
There is no love remaining in me now
I can’t feel anything
Like you, who let me go with a smile
Why did you just let me leave?
If I knew I would regret like this
I wouldn’t have wandered in painful heartache
There is no love remaining in me now
I can’t feel anything
Like you, who let me go with a smile
Lagu ini brkisah tentang Eva yang di penghujung hidupnya yang pendek berjuang melawan kanker yang kemudian merenggut hidupnya.
Leo Messi bukan Eva Peron. Namun di beberapa titik mereka punya kesamaaan. Messi lahir di Rosario, Santa Fe 24 Juni 1987. Ia tumbuh bersama kedua kakak laki-laki Rodrigo dan Matias serta seorang adik perempuan, Maria Sol. Ia anak laki-laki ketiga Jorge Horacio Messi dan Celia Maria. Ayahnya buruh pabrik baja. Sementara ibunya seorang ibu rumah tangga. Karena posturnya yang kecil, Rodrigo - kakaknya- memberinya julukan si kutu.
Pada usia yang masih sangat belia , 5 tahun, Messi sudah akrab dengan si kulit bundar. Messi kecil bermain untuk sebuah klub bola asuhan ayahnya, Grandiola. Tiga tahun bermain dengan skuad Grandiola, Messi memutuskan pindah ke Newell's Old Boys di usianya yang ke-8.
Malang tak dapat ditolak, di usia ke-11 Messi didiagnosa mengalami kekurangan hormon. Keuangan keluarga yang buruk membuat orangtua Messi tidak bisa membayar biaya keperluan terapi hormon sebesar 500 ribu poundsterling setiap bulan. Untuk itu sang ayah mencari klub sepakbola yang dapat membiayai pengobatan putranya. Jorge bertemu Carles Rexach, Direktur klub sepak bola Barcelona (1996). Perjumpaan yang mengubah hidup dan masa depan Leo kecil.
Bermain bola sambil menjalani terapi hormon untuk pertumbuhan membuat Messi akrab dengan rasa sakit. Ia sanggup menahan rasa sakit dan menggantinya dengan aksi gemilang. Ia menjelma menjadi El Messiah, sang penyelamat. Asa tinggi selalu disematkan tiap kali ia tampil, entah di klub maupun di tim nasional.
Seperti tadi malam. Asa Argentina dan jutaan penggemar juga membubung tinggi. Kegagalan eksekusi penalti jadi aib yang sulit diterima. Raut muka kecewa Messi seperti berkata "don't look at me like that"...
"Kami tidak kehilangan harapan meski mendapat hasil seri, kami masih memiliki tekad yang sama. Saya pikir kami pantas mendapat kemenangan. Kami bekerja keras berusaha menemukan celah di pertahanan Islandia, namun kami tak mampu melakukannya", ucapnya lirih.
Jalan masih panjang. Masih ada dua laga di fase grup. Tugas Messi mengubah air mata kecewa menjadi tawa bahagia. "don't cry for me argentina".