(Coretan berdasarkan Yoh 2 : 1 - 11)
Rabu sore, 18 Maret
2015, waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 waktu setempat ketika kami memasuki
kompleks Gereja di Kana.
Sebelumnya kami singgah agak lama di sebuah toko
souvenir di Nazareth dengan Menara
Basilika Kabar Sukacita di kejauhan. Nazareth Kota yang Indah dan penduduknya
bangga bahwa keluarga kudus hidup di sana. Di depan toko saya memotret
sebuah lukisan Bunda Maria khas
Nazareth.
Menurut pemandu, jarak
Nazareth – Kana sekitar 7 kilometer ke arah timur.
Pemandu meminta
saya untuk bergegas karena perayaan ekaristi sudah terjadwal, yang terakhir
untuk hari itu sebelum ditutup. Rombongan peziarah yang lain juga berkemas
karena di sini kami akan merayakan ekaristi dan pembaharuan janji nikah untuk 8
pasangan mempelai. Di sakristi saya bertemu suster yang bertugas sebagai
sakristan. Dia menebak Father Hans? Ya, kata saya. Dengan cekatan dia
mempersiapkan semua peralatan misa. Saya memberitahu bahwa akan ada yang
mengucapkan pembaharuan janji perkawinan. Dengan mengernyitkan kening Suster
cantik ini – oh saya lupa susternya cantik – mengingatkan supaya para mempelai
jangan diijinkan mengambil sendiri hosti dan mencelupkan ke dalam piala. Ouww
sangat liturgis!!
Ketika mempersiapkan
diri sejenak sebelum misa, saya membayangkan kembali keriuhan Pesta Nikah
ribuan tahun lalu di tempat ini. Hari ini saya menginjakkan kaki di sini bersama
beberapa suami – istri yang akan membaharui kembali janji pernikan mereka.
Amaziiing, meminjam istilah Tukul.
Kana Ribuan tahun lalu: mempelai yang berbahagia dan keluarga serta kerabat yang bersukacita. Seperti
itulah galibnya sebuah perhelatan nikah. Seperti seharusnya sebuah pernikahan :
pesta hidup yang dirayakan. Pernikahan tidak hanya mempertemukan dua insan
tetapi juga menyatukan dua keluarga besar. Selain itu tentu para sahabat dan handai
taulan.
“... Ibu Yesus ada di situ; Yesus
dan murid-muridnya diundang juga ke perkawinan itu”
Sebagian dari kita
pernah mengadakan hajatan – entah apa pun - : pernikahan, ulang tahun,
pertunangan, memasuki rumah baru, dll. Kita mengundang banyak orang. Tidak
semua. Biasanya yang diundang adalah orang-orang terhormat dan orang-orang
dekat. Entah siapa pun yang diundang adalah yang diharapkan hadir. Tentu
kadang-kadang ada yang hadir tanpa diundang. Di Kana mempelai ini mengundang
Yesus dan murid-muridNya. Ibu Yesus – Bunda Maria – juga ada di situ. Kehadiran
Yesus dan Maria tentu bukan kebetulan. Mereka diundang. Dengan jarak tempuh
tujuh kilometer Nazareth dan Kana kampung yang bertetangga. Untuk ukuran waktu
itu berjalan kaki sejauh tujuh kilometer tidaklah mudah. Mereka hadir karena
diundang.
Bagaimana dengan kita?
Keluarga kita? : apakah kita juga mengundang Yesus dan Bundanya untuk hadir di
tengah tengah keluarga kita? Apakah Yesus mendapat tempat prioritas? Urutan
pertama? – silahkan cek daftar Anda!
Maria : “Mereka kehabisan anggur”
Harapan tak selalu sama
dengan kenyataan. Impian manis di awal bisa jadi tragedi di akhir. Tawa dan
sukacita bisa sekejap menjadi air mata. Itulah yang terjadi. Di tengah riuhnya
pesta ‘mereka kehabisan anggur’!. Ini krisis. Ini kejadian yang memalukan. Ini tragedi.
Ini masalah besar. Biasanya kalau hal seperti ini terjadi, yang lebih dahulu
tahu adalah penyelenggara pesta. Mungkin semacam ‘seksi konsumsinya’, orang
yang dekat dengan dapur. Dapur sangat simbolik. Ini bukan hanya soal tempat
yang berkaitan dengan segala macam jenis pangan yang disediakan untuk makan
sekeluarga. Dapur adalah keseluruhan. Mengatakan ‘tau isi dapur’ itu sama
dengan tahu semuanya. Tahu bagian yang paling inti. Maka ketika Bunda Maria
mengatakan kepada Yesus, “Mereka kehabisan Anggur”. Informasi ini statusnya ‘A
1’ – sangat layak dipercaya. Karena Bunda Maria pasti berada di sana, di dapur.
Dia tahu apa masalahnya. Mereka kehabisan anggur juga bukan hanya
pemberitahuan. Ini adalah doa. Doa indah dari Bunda Maria. Per Mariam ad Jesum – melalui Maria kita sampai(kan) kepada Yesus.
Apa yang kita lakukan
ketika ketika krisis terjadi? Baik ketika krisis itu menimpa kita maupun ketika
kita melihat dan mengetahui krisis yang terjadi pada orang lain?. Mungkin ada
yang peduli. Ada yang spontan menunjukkan simpati. Selain itu, ada yang acuh
tak acuh. Ada yang menertawakan, mencibir bahkan berterimakasih karena itu.
Apalagi di jaman SMS ini : Senang Melihat orang lain Susah. Susah Melihat orang
Senang.
Bunda Maria mengajarkan
kita teladan yang tepat. Tahu apa inti masalahnya : mereka kehabisan anggur!! –
tanpa komentar dan bumbu penyedap yang bisa jadi gosip (makin diGOsok, makin
SIP). Teladan lain Bunda Maria adalah : Dia pergi ke orang yang tepat! Bunda
Maria tidak menceritakan ke sembarang orang. Salah tempat curhat juga bisa
berbahaya. Bisa menimbulkan kecemasan dan kepanikan massal. Bisa menimbulkan
bias informasi. Belajarlah bijak terutama pada saat krisis.
“Apa yang dikatakan kepadamu,
buatlah itu”
Ini kata-kata Bunda
Maria kepada para pelayan. Kata-kata ini juga ditujukan untuk kita. Kepekaan
hati dan keyakinan teguh-lah yang membuat Maria mengatakan ini. Maria mengenal
Yesus – lebih dari siapa pun yang mengaku mengenal Yesus. Dia tahu Yesus bisa
melakukan apa pun yang terbaik. Syaratnya : apa yang dikatakan kepadamu buatlah
itu. Setiap kali selesai mendengarkan bacaan Injil dalam perayaan ekaristi kita
selalu mengulang : “berbahagialah yang MENDENGARKAN Sabda Tuhan dan tekun MELAKSANAKANNYA”.
Belajar dari para pelayan semoga kita juga tekun mendengarkan dan melaksanakan
Sabda Tuhan : apa yang dikatakan kepadamu.
Isilah tempayan-tempayan itu penuh
dengan air...
Perintah itu sederhana.
Tempayan-tempayan juga bukan benda yang sulit di dapat. Air juga bukan sesuatu
yang harus dicari lagi. Benda-benda itu ada di sekitar mereka, di sekitar kita.
Begitu biasanya benda-benda ini sampai kehadirannya tidak menarik perhatian.
Yesus meminta mengisi ‘tempat yang biasa-biasa’ itu dengan materi yang juga ‘biasa-biasa’.
Yang ‘biasa’ ini kemudian diubah menjadi ‘luar biasa’ : air menjadi anggur!
Kita semua – termasuk para
suami istri, keluarga-keluarga Kristiani – adalah orang-orang biasa. Kita bukan
malaikat, bukan dewa-dewi. Anda tidak menikah dengan malaikat – walaupun nama
istrinya ‘Angel’. Anda tidak menikah dengan dewa-dewi – meski ada yang istrinya
bernama Dewi. Yang diminta dari kita adalah menjalani hidup keseharian yang
biasa ini dengan segala problematikanya dengan cinta yang luar biasa. Salah
satu definisi Orang Kudus dalam Gereja adalah : orang-orang biasa yang
menjalani hidup biasa dengan cara LUAR BIASA. Kita seperti tempayan yang rapuh –
apalagi kalau tempayan itu dari tanah liat. Kita juga ‘air’ yang biasa, apalagi
air yang ada di Kana itu disiapkan untuk pembasuhan. Untuk mencuci kaki. Yang
rapuh dan biasa itu yang dipakai.
Mujizat besar yang
terjadi air menjadi anggur. Yang biasa menjadi luar biasa. Pujian pemimpin pesta
kepada mempelai pria: “ Setiap orang menghidangkan anggur yang baik
dahulu dan sesuadah orang puas minum barulah yang kurang baik; akan tetapi
engkau MENYIMPAN ANGGUR YANG BAIK SAMPAI SEKARANG” hendaknya menjadi
pujian juga tantangan bagi setiap keluarga kristiani, suami istri Kristiani
untuk ‘menyimpan anggur yang baik sampai sekarang’. Menikah itu jatuh cinta,
bedanya jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama.
Oh ya di Kana saya
mendapat hadiah 2 botol Anggur Kana – lalu diberi 2 botol lagi. Tiga sudah
habis. Satunya masih saya simpan : menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.
Bangka bagian tengah
sedang hujan. Kopi mana kopi....