Senin, 18 Januari 2016

KANA DAN CINTA YANG SELALU BARU

(Coretan berdasarkan Yoh 2 : 1 - 11)

Rabu sore, 18 Maret 2015, waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 waktu setempat ketika kami memasuki kompleks Gereja di Kana.


Sebelumnya kami singgah agak lama di sebuah toko souvenir di Nazareth dengan  Menara Basilika Kabar Sukacita di kejauhan. Nazareth Kota yang Indah dan penduduknya bangga bahwa keluarga kudus hidup di sana. Di depan toko saya memotret sebuah  lukisan Bunda Maria khas Nazareth. 


Menurut pemandu, jarak Nazareth – Kana sekitar 7 kilometer ke arah timur.

Pemandu meminta saya untuk bergegas karena perayaan ekaristi sudah terjadwal, yang terakhir untuk hari itu sebelum ditutup. Rombongan peziarah yang lain juga berkemas karena di sini kami akan merayakan ekaristi dan pembaharuan janji nikah untuk 8 pasangan mempelai. Di sakristi saya bertemu suster yang bertugas sebagai sakristan. Dia menebak Father Hans? Ya, kata saya. Dengan cekatan dia mempersiapkan semua peralatan misa. Saya memberitahu bahwa akan ada yang mengucapkan pembaharuan janji perkawinan. Dengan mengernyitkan kening Suster cantik ini – oh saya lupa susternya cantik – mengingatkan supaya para mempelai jangan diijinkan mengambil sendiri hosti dan mencelupkan ke dalam piala. Ouww sangat liturgis!!


Ketika mempersiapkan diri sejenak sebelum misa, saya membayangkan kembali keriuhan Pesta Nikah ribuan tahun lalu di tempat ini. Hari ini saya menginjakkan kaki di sini bersama beberapa suami – istri yang akan membaharui kembali janji pernikan mereka. Amaziiing, meminjam istilah Tukul.
Kana Ribuan tahun lalu: mempelai yang berbahagia dan keluarga serta kerabat yang bersukacita. Seperti itulah galibnya sebuah perhelatan nikah. Seperti seharusnya sebuah pernikahan : pesta hidup yang dirayakan. Pernikahan tidak hanya mempertemukan dua insan tetapi juga menyatukan dua keluarga besar. Selain itu tentu para sahabat dan handai taulan.

“... Ibu Yesus ada di situ; Yesus dan murid-muridnya diundang juga ke perkawinan itu”

Sebagian dari kita pernah mengadakan hajatan – entah apa pun - : pernikahan, ulang tahun, pertunangan, memasuki rumah baru, dll. Kita mengundang banyak orang. Tidak semua. Biasanya yang diundang adalah orang-orang terhormat dan orang-orang dekat. Entah siapa pun yang diundang adalah yang diharapkan hadir. Tentu kadang-kadang ada yang hadir tanpa diundang. Di Kana mempelai ini mengundang Yesus dan murid-muridNya. Ibu Yesus – Bunda Maria – juga ada di situ. Kehadiran Yesus dan Maria tentu bukan kebetulan. Mereka diundang. Dengan jarak tempuh tujuh kilometer Nazareth dan Kana kampung yang bertetangga. Untuk ukuran waktu itu berjalan kaki sejauh tujuh kilometer tidaklah mudah. Mereka hadir karena diundang.
Bagaimana dengan kita? Keluarga kita? : apakah kita juga mengundang Yesus dan Bundanya untuk hadir di tengah tengah keluarga kita? Apakah Yesus mendapat tempat prioritas? Urutan pertama? – silahkan cek daftar Anda!

Maria : “Mereka kehabisan anggur”

Harapan tak selalu sama dengan kenyataan. Impian manis di awal bisa jadi tragedi di akhir. Tawa dan sukacita bisa sekejap menjadi air mata. Itulah yang terjadi. Di tengah riuhnya pesta ‘mereka kehabisan anggur’!. Ini krisis. Ini kejadian yang memalukan. Ini tragedi. Ini masalah besar. Biasanya kalau hal seperti ini terjadi, yang lebih dahulu tahu adalah penyelenggara pesta. Mungkin semacam ‘seksi konsumsinya’, orang yang dekat dengan dapur. Dapur sangat simbolik. Ini bukan hanya soal tempat yang berkaitan dengan segala macam jenis pangan yang disediakan untuk makan sekeluarga. Dapur adalah keseluruhan. Mengatakan ‘tau isi dapur’ itu sama dengan tahu semuanya. Tahu bagian yang paling inti. Maka ketika Bunda Maria mengatakan kepada Yesus, “Mereka kehabisan Anggur”. Informasi ini statusnya ‘A 1’ – sangat layak dipercaya. Karena Bunda Maria pasti berada di sana, di dapur. Dia tahu apa masalahnya. Mereka kehabisan anggur juga bukan hanya pemberitahuan. Ini adalah doa. Doa indah dari Bunda Maria. Per Mariam ad Jesum – melalui Maria kita sampai(kan) kepada Yesus.

Apa yang kita lakukan ketika ketika krisis terjadi? Baik ketika krisis itu menimpa kita maupun ketika kita melihat dan mengetahui krisis yang terjadi pada orang lain?. Mungkin ada yang peduli. Ada yang spontan menunjukkan simpati. Selain itu, ada yang acuh tak acuh. Ada yang menertawakan, mencibir bahkan berterimakasih karena itu. Apalagi di jaman SMS ini : Senang Melihat orang lain Susah. Susah Melihat orang Senang.

Bunda Maria mengajarkan kita teladan yang tepat. Tahu apa inti masalahnya : mereka kehabisan anggur!! – tanpa komentar dan bumbu penyedap yang bisa jadi gosip (makin diGOsok, makin SIP). Teladan lain Bunda Maria adalah : Dia pergi ke orang yang tepat! Bunda Maria tidak menceritakan ke sembarang orang. Salah tempat curhat juga bisa berbahaya. Bisa menimbulkan kecemasan dan kepanikan massal. Bisa menimbulkan bias informasi. Belajarlah bijak terutama pada saat krisis.

“Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu”

Ini kata-kata Bunda Maria kepada para pelayan. Kata-kata ini juga ditujukan untuk kita. Kepekaan hati dan keyakinan teguh-lah yang membuat Maria mengatakan ini. Maria mengenal Yesus – lebih dari siapa pun yang mengaku mengenal Yesus. Dia tahu Yesus bisa melakukan apa pun yang terbaik. Syaratnya : apa yang dikatakan kepadamu buatlah itu. Setiap kali selesai mendengarkan bacaan Injil dalam perayaan ekaristi kita selalu mengulang : “berbahagialah yang MENDENGARKAN Sabda Tuhan dan tekun MELAKSANAKANNYA”. Belajar dari para pelayan semoga kita juga tekun mendengarkan dan melaksanakan Sabda Tuhan : apa yang dikatakan kepadamu.

Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air...

Perintah itu sederhana. Tempayan-tempayan juga bukan benda yang sulit di dapat. Air juga bukan sesuatu yang harus dicari lagi. Benda-benda itu ada di sekitar mereka, di sekitar kita. Begitu biasanya benda-benda ini sampai kehadirannya tidak menarik perhatian. Yesus meminta mengisi ‘tempat yang biasa-biasa’ itu dengan materi yang juga ‘biasa-biasa’. Yang ‘biasa’ ini kemudian diubah menjadi ‘luar biasa’ : air menjadi anggur!

Kita semua – termasuk para suami istri, keluarga-keluarga Kristiani – adalah orang-orang biasa. Kita bukan malaikat, bukan dewa-dewi. Anda tidak menikah dengan malaikat – walaupun nama istrinya ‘Angel’. Anda tidak menikah dengan dewa-dewi – meski ada yang istrinya bernama Dewi. Yang diminta dari kita adalah menjalani hidup keseharian yang biasa ini dengan segala problematikanya dengan cinta yang luar biasa. Salah satu definisi Orang Kudus dalam Gereja adalah : orang-orang biasa yang menjalani hidup biasa dengan cara LUAR BIASA. Kita seperti tempayan yang rapuh – apalagi kalau tempayan itu dari tanah liat. Kita juga ‘air’ yang biasa, apalagi air yang ada di Kana itu disiapkan untuk pembasuhan. Untuk mencuci kaki. Yang rapuh dan biasa itu yang dipakai.
Mujizat besar yang terjadi air menjadi anggur. Yang biasa menjadi luar biasa. Pujian pemimpin pesta kepada mempelai pria: “ Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesuadah orang puas minum barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau MENYIMPAN ANGGUR YANG BAIK SAMPAI SEKARANG” hendaknya menjadi pujian juga tantangan bagi setiap keluarga kristiani, suami istri Kristiani untuk ‘menyimpan anggur yang baik sampai sekarang’. Menikah itu jatuh cinta, bedanya jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama.

Oh ya di Kana saya mendapat hadiah 2 botol Anggur Kana – lalu diberi 2 botol lagi. Tiga sudah habis. Satunya masih saya simpan : menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.

Bangka bagian tengah sedang hujan. Kopi mana kopi....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

𝐑𝐔𝐌𝐀𝐇 𝐓𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀, 𝐁𝐔𝐊𝐀𝐍 𝐑𝐔𝐌𝐀𝐇 𝐃𝐔𝐊𝐀

Bulan Oktober istimewa bagi saya. Papa dan Mama menikah di 21 Oktober, 49 tahun lalu. Dua adik perempuan saya lahir di Oktober. Keduanya jug...