Jumat, 05 Agustus 2016

IDUL FITRI DAN KERAHIMAN ALLAH

(Memaknai Pesan Idul Fitri 1437 Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama)

Oleh RD. Hans K Jeharut
Pastor, Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Pangkalpinang

Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama (Pontifical Council for Interreligious Dialogue) di Vatikan menerbitkan pesan Ramadhan dan Idul Fitri 1437 Hijriah kepada umat Islam di seluruh dunia. Pesan yang dikeluarkan di Vatikan tanggal 10 Juni 2016  ditandatangani Kardinal Jean-Louis Tauran  dan Uskup Miguel รngel Ayuso Guixot, M.C.C.I., masing-masing Presiden dan Sekretaris Dewan diberi judul Christians and Muslims: Beneficieries and Instruments of Divine Mercy (Orang Kristen dan Muslim: Pembawa Sukacita dan Instrumen Kerahiman Ilahi)

Ucapan selamat ini menjadi tradisi Vatikan, yang menegaskan kembali sikap Gereja Katolik terhadap saudara-saudari Muslim seperti terungkap dalam  Nostra Aetate (Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Bukan Kristiani) buah Konsili Vatikan II limapuluh tahun silam. Nostra Aetate secara khusus menyapa kaum muslim : “Gereja [juga] menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri dengan segenap hati kepada ketetapan-ketetetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti dahulu Abraham – iman Islam dengan sukarela mengacu kepadanya – telah menyerahkan diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria Bunda-Nya yang tetap perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat berseru kepadanya. Selain itu mereka mendambakan hari pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang telah bangkit. Maka mereka juga menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa.  Memang benar, disepanjang zaman cukup sering timbul pertikaian dan permusuhan antara umat Kristiani dan kaum Muslimin. Konsili suci mendorong mereka semua, supaya melupakan yang sudah-sudah, dan dengan tulus hati melatih diri untuk saling memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan. (NA, art. 3)

Ungkapan dan pengakuan yang tulus ini lahir dari kesadaran baru setelah melihat, mengalami dan merefleksikan perjalanan panjang peradaban manusia dengan segala dinamikanya. Perjalanan yang di beberapa titiknya juga menampilkan episode konflik, bahkan perang. Kesadaran yang membuat Gereja Katolik mendefinisikan kembali keberadaannya di antara sesama insan beriman dan merumus ulang cara pandangnya terhadap kaum beriman dari agama lain.

Wajah Belaskasih, Wajah Kerahiman

Pesan Idul Fitri kali ini menjadi semakin istimewa karena Gereja Katolik sedang merayakan Yubileum Luar Biasa Kerahiman Ilahi (Extraordinary Jubilee of Mercy ), yang berlangsung 8 Desember 2015 – 20 November 2016. Yubileum Kerahiman Ilahi ini mengambil tema “Bermurah Hati Seperti Bapa”.  Umat Katolik diundang untuk mengikuti teladan Bapa yang murah hati, yang tidak menghakimi atau menghukum tetapi mengampuni serta memberi kasih dan pengampunan tanpa batas. Undangan untuk berbelaskasih dan memiliki semangat pengampunan ditegaskan kembali dalam pesan Idul Fitri 2016 (1437 H) nomor kedua, “… Sebuah tema yang sangat dekat di hati umat Kristen dan Muslim adalah “Rahmat”. Kita tahu bahwa Orang Kristen dan Islam percaya kepada Allah yang berbelas kasih, yang menunjukkan kasih sayang-Nya kepada semua makhluk ciptaan-Nya, secara khusus kepada manusia. Allah menciptakan kita dengan kasih yang begitu besar. Ia menjaga dan merawat kita dengan penuh belas kasih, menganugerahkan kepada kita rahmat yang dibutuhkan dalam hidup sehari-hari seperti makanan, tempat tinggal dan keamanan. Belas kasih Allah sungguh-sungguh dinyatakan melalui cara tertentu, melalui pengampunan atas segala dosa kita; Ia maha pengampun (Al-Ghรกfir) dan Ia terus bahkan selalu mengampuni (Al-Ghafour)”.

Belaskasih dan pengampunan menjadi tema sentral dan pesan utama. Belaskasih yang jauh dari sekedar rasa iba dan kasihan yang sentimentil. Belaskasih adalah identitas Allah. Allah adalah kasih.  Belaskasih membawa pengampunan. Pengampunan menghasilkan kedamaian. Vatikan mendorong umat Kristiani dan Islam untuk memberi perhatian terhadap mereka yang kondisinya terpuruk dalam konflik dan peperangan, korban perdagangan manusia, kaum miskin, penderita sakit, korban bencana alam serta pengangguran yang diakibatkan oleh ketidakadilan sosial. Inilah wajah kita, wajah dunia dewasa ini. Kita dipanggil untuk menjawab dan mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
Persoalan-persoalan yang sedemikian pelik tidak mungkin bisa diatasi hanya dengan kekuatan satu kelompok, betapapun besar dan kuatnya kelompok tersebut. Persoalan-persoalan ini hanya bisa dijawab dengan kerjasama yang tulus dan jujur melampaui sekat-sekat apa pun, termasuk agama. Ketika itu terjadi maka ,” kita memenuhi ajaran penting dalam agama kita masing-masing dan menunjukkan kasih dan kebaikan Tuhan, menjadi saksi akan keyakinan iman kita masing-masing baik terhadap setiap orang maupun komunitas yang dijumpai”, demikian bagian akhir Pesan Idulfitri ini.
Tantangan bagi kaum beragama dewasa ini melampaui tuntutan-tuntutan kesalehan ritual. Karena pada saat yang sama kesalehan ritual dipanggil untuk berhadapan dengan kenyataan sosial yang mempertontonkan secara gamblang penderitaan dalam aneka wajahnya. Tugas kitalah mewujudkan pesan ini dalam kehidupan nyata. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Mohon maaf lahir dan batin. Selamat kembali ke fitrah, selamat berbagi cinta kasih.
*Dipublikasikan di “Bangka Pos”, Selasa 5 Juli 2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

๐‘๐”๐Œ๐€๐‡ ๐“๐€๐๐†๐†๐€, ๐๐”๐Š๐€๐ ๐‘๐”๐Œ๐€๐‡ ๐ƒ๐”๐Š๐€

Bulan Oktober istimewa bagi saya. Papa dan Mama menikah di 21 Oktober, 49 tahun lalu. Dua adik perempuan saya lahir di Oktober. Keduanya jug...