(Memaknai Pesan Idul Fitri 1437 Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat
Beragama)
Oleh RD. Hans K Jeharut
Pastor, Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Pangkalpinang
Dewan
Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama (Pontifical Council for
Interreligious Dialogue) di Vatikan menerbitkan pesan Ramadhan dan
Idul Fitri 1437 Hijriah kepada umat Islam di seluruh dunia. Pesan yang
dikeluarkan di Vatikan tanggal 10 Juni 2016
ditandatangani Kardinal Jean-Louis Tauran dan Uskup Miguel รngel Ayuso Guixot,
M.C.C.I., masing-masing Presiden dan Sekretaris Dewan diberi judul Christians and Muslims: Beneficieries and Instruments of Divine
Mercy (Orang Kristen dan Muslim:
Pembawa Sukacita dan Instrumen Kerahiman Ilahi)
Ucapan selamat ini menjadi tradisi Vatikan, yang menegaskan kembali sikap
Gereja Katolik terhadap saudara-saudari Muslim seperti terungkap dalam Nostra Aetate (Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Bukan Kristiani)
buah Konsili Vatikan II limapuluh tahun silam. Nostra Aetate secara khusus
menyapa kaum muslim : “Gereja [juga]
menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan
berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang
telah bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri
dengan segenap hati kepada ketetapan-ketetetapan Allah juga yang bersifat
rahasia, seperti dahulu Abraham – iman Islam dengan sukarela mengacu kepadanya
– telah menyerahkan diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus
sebagai Allah, melainkan menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati
Maria Bunda-Nya yang tetap perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat
berseru kepadanya. Selain itu mereka mendambakan hari pengadilan, bila Allah
akan mengganjar semua orang yang telah bangkit. Maka mereka juga menjunjung
tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan
memberi sedekah dan berpuasa. Memang
benar, disepanjang zaman cukup sering timbul pertikaian dan permusuhan antara
umat Kristiani dan kaum Muslimin. Konsili suci mendorong mereka semua, supaya
melupakan yang sudah-sudah, dan dengan tulus hati melatih diri untuk saling
memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial
bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan. (NA, art.
3)
Ungkapan dan pengakuan yang tulus ini lahir dari kesadaran baru setelah
melihat, mengalami dan merefleksikan perjalanan panjang peradaban manusia dengan
segala dinamikanya. Perjalanan yang di beberapa titiknya juga menampilkan
episode konflik, bahkan perang. Kesadaran yang membuat Gereja Katolik mendefinisikan
kembali keberadaannya di antara sesama insan beriman dan merumus ulang cara
pandangnya terhadap kaum beriman dari agama lain.
Wajah Belaskasih, Wajah Kerahiman
Pesan Idul Fitri kali ini menjadi semakin istimewa karena Gereja Katolik
sedang merayakan Yubileum Luar Biasa Kerahiman Ilahi (Extraordinary Jubilee of Mercy ), yang berlangsung 8 Desember 2015 – 20
November 2016. Yubileum Kerahiman Ilahi ini mengambil tema “Bermurah Hati Seperti Bapa”. Umat Katolik diundang untuk mengikuti teladan
Bapa yang murah hati, yang tidak menghakimi atau menghukum tetapi mengampuni
serta memberi kasih dan pengampunan tanpa batas. Undangan untuk berbelaskasih dan
memiliki semangat pengampunan ditegaskan kembali dalam pesan Idul Fitri 2016
(1437 H) nomor kedua, “… Sebuah tema yang sangat dekat di hati umat Kristen dan Muslim
adalah “Rahmat”. Kita tahu bahwa Orang Kristen dan Islam percaya kepada Allah
yang berbelas kasih, yang menunjukkan kasih sayang-Nya kepada semua makhluk
ciptaan-Nya, secara khusus kepada manusia. Allah menciptakan kita dengan kasih
yang begitu besar. Ia menjaga dan merawat kita dengan penuh belas kasih,
menganugerahkan kepada kita rahmat yang dibutuhkan dalam hidup sehari-hari
seperti makanan, tempat tinggal dan keamanan. Belas kasih Allah sungguh-sungguh
dinyatakan melalui cara tertentu, melalui pengampunan atas segala dosa kita; Ia
maha pengampun (Al-Ghรกfir) dan Ia
terus bahkan selalu mengampuni (Al-Ghafour)”.
Belaskasih dan pengampunan
menjadi tema sentral dan pesan utama. Belaskasih yang jauh dari sekedar rasa
iba dan kasihan yang sentimentil. Belaskasih adalah identitas Allah. Allah
adalah kasih. Belaskasih membawa pengampunan.
Pengampunan menghasilkan kedamaian. Vatikan
mendorong umat Kristiani dan Islam untuk memberi perhatian terhadap mereka yang
kondisinya terpuruk dalam konflik dan peperangan, korban perdagangan manusia,
kaum miskin, penderita sakit, korban bencana alam serta pengangguran yang
diakibatkan oleh ketidakadilan sosial. Inilah wajah kita, wajah dunia dewasa ini. Kita
dipanggil untuk menjawab dan mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
Persoalan-persoalan yang
sedemikian pelik tidak mungkin bisa diatasi hanya dengan kekuatan satu
kelompok, betapapun besar dan kuatnya kelompok tersebut. Persoalan-persoalan
ini hanya bisa dijawab dengan kerjasama yang tulus dan jujur melampaui
sekat-sekat apa pun, termasuk agama. Ketika itu terjadi maka ,” kita memenuhi ajaran penting
dalam agama kita masing-masing dan menunjukkan kasih dan kebaikan Tuhan,
menjadi saksi akan keyakinan iman kita masing-masing baik terhadap setiap orang
maupun komunitas yang dijumpai”, demikian bagian akhir Pesan Idulfitri ini.
Tantangan bagi kaum beragama
dewasa ini melampaui tuntutan-tuntutan kesalehan ritual. Karena pada saat yang
sama kesalehan ritual dipanggil untuk berhadapan dengan kenyataan sosial yang
mempertontonkan secara gamblang penderitaan dalam aneka wajahnya. Tugas kitalah
mewujudkan pesan ini dalam kehidupan nyata. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437
H. Mohon maaf lahir dan batin. Selamat kembali ke fitrah, selamat berbagi cinta
kasih.
*Dipublikasikan di “Bangka
Pos”, Selasa 5 Juli 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar