Jumat, 25 Maret 2016

DARI GETSEMANI KE GOLGOTHA : SEKOLAH CINTA KASIH, SEKOLAH PENGAMPUNAN

(Catatan Perjalanan Holyland 2 - 13 Maret 2016)

Getsemani


Gereja "Segala Bangsa", Getsemani

Ziarah tahun ini  istimewa karena bertepatan dengan Tahun Kerahiman Ilahi yang bulla-nya “Missericordiae Vultus” dipromulgasikan Paus Fransiskus tanggal 8 Desember 2015. “BERMURAHHATI SEPERTI BAPA” begitulah tajuk Tahun Kerahiman Ilahi yang menjadi Yubileum Luar Biasa untuk Gereja. Keistimewaan yang lain karena ziarah ini juga dilaksanakan pada Masa Pra-Paskah. Masa Retret Agung bagi segenap umat Kristiani.

Tanggal 7 Maret kami mengunjungi Getsemani/Bukit Zaitun. Getsemani (Yunani: γεθσημανί - GETHSÊMANI, dari kata Aram : "GAT-SYEMEN," 'perasan minyak'), yaitu nama 'taman/ kebun' (Yunani: κῆπος - KÊPOS, Yohanes 18:1), di timur Yerusalem, seberang lembah Kidron dekat Bukit Zaitun (Matius 26:30). Getsemani adalah kebun/ taman dekat Bukit Zaitun (Lukas 22:39; Yohanes 18:1) tempat Yesus ditangkap (Markus 14:32 dst). Di Taman ini sekarang terdapat bangunan Gereja yang disebut “GEREJA SEGALA BANGSA”, karena dalam pembangunannya antara tahun 1919 – 1924 mendapat bantuan dana dari 16 Negara.  Juga diartikan sebagai tempat Yesus mengambil keputusan untuk menyelamatkan semua Bangsa. Gereja ini didirikan di atas puing-puing gereja yang dibangun pada kira-kira tahun 380 M. Getsemani adalah tempat yg disenangi Yesus dan murid-murid-Nya sebagai peristirahatan, dan kemudian menjadi panggung kesengsaraan, pengkhianatan Yudas, dan penangkapan Yesus (Markus 14:32-52).

Uskup Agung Yerusalem menetapkan Gereja ini sebagai salah satu “Pintu Suci” (Porta Sancta). Jadi menjadi tempat ziarah khusus untuk mendapat idulgensi Tahun Kerahiman Ilahi. Memasuki bagian dalam Gereja suasana ‘magis’-nya sangat terasa. Arsitek gereja ini dengan sengaja menempatkan mosaic-mosaik kaca patri di dinding gereja berwarna ungu. Kekelaman, kepedihan dan kesan sengsara merasuk begitu kuat di tempat ini. Di depan altar terdapat batu besar yang mengingatkan orang pada Yesus yang berdoa kepada Bapa-Nya dalam Sakrat Maut. Sikap Kristus di Getsemani (Lukas 22:41) memelopori kebiasaan Kristen untuk berlutut bila berdoa. Di depan altar bersama dengan para peziarah yang lain saya berlutut. Menundukkan kepala. Pasrah. “ Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku; tetapi jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi” (Lukas 22:42). Hening. Sunyi.

St. Peter Gallicantu (Gereja Ayam Berkokok)

Tak terlalu jauh dari Getsemani, bus menghatar kami ke Gereja St. Petrus Gallicantu (Gallicantu = ayam berkokok). Tempat ini diyakini sebagai rumah imam besar Kayafas. Di sini Yesus tinggal semalam untuk disiksa sebelum diserahkan ke pengadilan Pilatus.  Di pelataran rumah inilah Petrus menyangkal Yesus tiga kali sebelum ayam berkokok (Luk 22: 54 – 62). Injil Markus 15: 1 mencatat ‘pagi-pagi benar imam-imam kepala bersama tua-tua dan ahli-ahli taurat serta para anggota Mahkamah Agama lainnya mengadakan pertemuan”. Sesuai tradisi para hukuman dipenjara dan disiksa sebelum dibawa ke depan pengadilan. Mel Gibson dalam film “The Passion Of The Christ” menampilkan Yesus yang sudah babak belur, berdarah-darah dan tak berdaya ketika dibawa ke hadapan Pilatus (Mrk 15:1) – karena sebelumnya semalam-malaman Dia disiksa di penjara bawah tanah rumah imam besar Kayafas.

Masuk ke lantai bawah Gereja, masih terdapat ruang-ruang tempat penyiksaan. Di ruang yang sempit ini kami berdoa untuk diri kami masing-masing yang kerap terbelenggu dan terpenjara oeh macam-macam alasan dan menyerahkan semuanya pada bilur-bilur luka Yesus. Ihab – local guide – yang pengetahuan Kitab Sucinya sangat mumpuni mempersilahkan saya membaca Mazmur 22 :

Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?

Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku.
Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang.
 Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel.
Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan mereka.
Kepada-Mu mereka berseru-seru, dan mereka terluput; kepada-Mu mereka percaya, dan mereka tidak mendapat malu.
Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak.
Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya:
"Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?"
Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku.
Kepada-Mu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku.
Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan telah dekat, dan tidak ada yang menolong.
Banyak lembu jantan mengerumuni aku; banteng-banteng dari Basan mengepung aku;
mereka mengangakan mulutnya terhadap aku seperti singa yang menerkam dan mengaum.
Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku;
kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku.
Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku.
Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku.
Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.
Tetapi Engkau, TUHAN, janganlah jauh; ya kekuatanku, segeralah menolong aku!
Lepaskanlah aku dari pedang, dan nyawaku dari cengkeraman anjing.
Selamatkanlah aku dari mulut singa, dan dari tanduk banteng. Engkau telah menjawab aku!
Aku akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah:
kamu yang takut akan TUHAN, pujilah Dia, hai segenap anak cucu Yakub, muliakanlah Dia, dan gentarlah terhadap Dia, hai segenap anak cucu Israel!
Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang itu, dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak minta tolong kepada-Nya.
Karena Engkau aku memuji-muji dalam jemaah yang besar; nazarku akan kubayar di depan mereka yang takut akan Dia.
Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya!
Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada TUHAN; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya.
Sebab Tuhanlah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa.
Ya, kepada-Nya akan sujud menyembah semua orang sombong di bumi, di hadapan-Nya akan berlutut semua orang yang turun ke dalam debu, dan orang yang tidak dapat menyambung hidup.
Anak-anak cucu akan beribadah kepada-Nya, dan akan menceritakan tentang TUHAN kepada angkatan yang akan datang.
Mereka akan memberitakan keadilan-Nya kepada bangsa yang akan lahir nanti, sebab Ia telah melakukannya.

Mazmur ini, yang paling banyak dikutip dalam PB disebut "mazmur salib" karena begitu rinci melukiskan penderitaan berat Kristus di salib.  Ini adalah seruan penderitaan dan kesedihan dari seorang penderita saleh yang belum dibebaskan dari pencobaan dan penderitaan. Kita semua orang beriman  yang menderita dapat menyatukan dirinya dengan kata-kata dalam doa ini.  Kata-kata dalam mazmur ini mengungkapkan suatu pengalaman yang jauh melebihi pengalaman manusia biasa. Dengan ilham Roh Kudus, pemazmur menubuatkan penderitaan Yesus Kristus ketika disalib dan menunjuk kepada pembenaran diri-Nya tiga hari kemudian.

Yesus mengucapkan seruan, “ALLAHKU, ALLAHKU, MENGAPA ENGKAU MENINGGALKAN AKU?” di salib ketika kehadiran Bapa-Nya yang memelihara dan melindungi ditarik (Yes 53:10-12; 2Kor 5:21; lih. Mat 27:46). Yesus ditinggalkan oleh Allah karena Ia menderita sebagai pengganti orang berdosa, yaitu menjadi kutuk karena kita (Gal 3:13). Dengan mengutip ayat ini, Yesus juga mengacu kepada seluruh mazmur ini sebagai gambaran diri-Nya.
Kami mengakhiri doa dengan bernyanyi Mengampuni, mengasihi lebih sungguh. Yang hadir bersama keluarga masing diminta berdiri dekat dengan anggota keluarganya. Lalu kami saling memberikan salam damai. Rombongan peziarah lain sudah menunggu giliran untuk berdoa juga.

GOLGOTA :  Via Crucis, Via Dolorosa


Kubah Gereja Golgotha

8 Maret 2016. Rencana semula kami akan memulai Jalan Salib pukul 08.00, lalu merayakan ekaristi Pukul 10.00 di Gereja Makam Tuhan. Namun karena kemacetan rencana berubah. Kami merayakan misa sebelum Jalan Salib. Di tempat di mana dua ribuan tahun yang lalu Yesus diadili kami merayakan Ekaristi. Dia yang tak mengenal dosa dihukum seperti orang berdosa.
Via Dolorosa saat ini adalah pasar yang ramai. Jalan yang riuh dengan bermacam-macam manusia, dagangan, suara hiruk pikuk, restoran serta aneka pernak-pernik. Di jalan ini Yesus diludahi, diejek, dicemooh. Di sini juga Dia jatuh, bertemu Maria ibunya. Berjumpa dengan Simon dari Kirene. Menasehati wanita-wanita yang menangis. Sungguh jalan yang seperti kita lalui dalam kehidupan kita. Jalan Salib bukanlah jalan sepi di ruang hampa. Jalan salib adalah jalan kita : hidup dengan segala suka dukanya. Hidup dengan segala riuh rendahnya. Hidup dengan segala kesakitannya. Tawa. Tangis. Canda dan air mata ada di sana.


Memasuki pelataran Golgotha dari kejauhan sudah terlihat kubah Gereja dengan Salib di puncaknya. Masuk ke tempat ini harus melewati pintu yang sangat rendah. Siapa pun harus menunduk, membungkukkan badan supaya bisa masuk. Pintu ini disebut “PINTU KERENDAHAN HATI”. Hanya orang-orang yang rendah hati yang mampu melihat dan mengalami Kemuliaan Salib Kristus. Kami beruntung hanya butuh waktu sekitar satu jam antri dan bisa masuk ke dalam Makam Yesus. Tahun lalu – 2015 – saya dan rombongan tidak bisa masuk karena peziarah yang begitu ramai. Di Makam Yesus aku bersyukur akan Tuhan yang pernah mengalami kegelapan makam namun serentak juga mengalahkannya dan Bangkit dengan Mulia. Semoga segala kegelapan hidup juga dikalahkan, kita bangkit bersama Dia.


Makam Yesus

@25052016 – Jumat Agung

Tidak ada komentar:

𝐑𝐔𝐌𝐀𝐇 𝐓𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀, 𝐁𝐔𝐊𝐀𝐍 𝐑𝐔𝐌𝐀𝐇 𝐃𝐔𝐊𝐀

Bulan Oktober istimewa bagi saya. Papa dan Mama menikah di 21 Oktober, 49 tahun lalu. Dua adik perempuan saya lahir di Oktober. Keduanya jug...