1 Januari, Gereja Katolik merayakan Hari Raya Santa Maria Bunda Allah. Tentu ada alasan menempatkan hari raya ini di awal tahun, hari pertama penanggalan.
Bunda Maria dalam iman disejajarkan dengan Abraham dalam PerjanjianLlama. Keduanya sama-sama menunjukan ketaatan iman yang luar biasa. Abraham taat untuk ‘pergi ke negeri yang akan kutunjukkan kepadamu’. Abraham pergi tanpa bertanya lagi ke mana ia akan sampai. Bunda Maria juga demikian. Ia dikabari malaikat ‘mengandung anak dari Roh Kudus’. Maria tak banyak bertanya. Dalam ketaatan Ia hanya berkata ‘aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataanmu’.
Saya membayangkan ketika Malaikat Gabriel datang membawa kabar, Maria berada dalam situasi galau, bahkan galau maksimal! Bagaimana tidak. Ia masih gadis remaja ketika itu, belum bersuami. “Anak yang engkau kandung berasal dari Roh Kudus” juga membuat Maria ‘melambung’ membayangkan akan jadi seperti apa. Kenyataanya?? Janji dan realisasi tak selalu sama. Harapan dan impian kerap tak sejalan. Anak Yang Dikandung dari Roh Kudus itu dilahirkan di palungan, tempat makan hewan!! Namun Maria tidak protes, Ia menyimpan semua perkara itu dalam hati dan merenungkannya.
Pelajaran yang bisa kita petik adalah tak selalu yang kita harapkan sesuai dengan kenyataan. Impiaan setinggi langit bisa jadi dalam realisasi hanya seupil. Yang bisa kita ceritakan adalah kisah yang telah terjadi. Kita bisa mengenang dengan gembira. Berkisah dengan derai air mata. Terpingkal-pingkal. Kita menyebut beberapa episode hidup kita sebagai cerita sukses, sebagian lagi sebagai kegagalan. Itu untuk semua yang telah terjadi. Hari ini kita jalani sebagai hadiah, present. Dan tentang esok tak seorang pun tau apa yang akan terjadi.
Ketika janji tak sesuai dengan bukti, harapan tak sama dengan kenyataan Bunda Maria tak serta merta bilang ‘SAKITNYA TUH DI SINI’ sambil tangan menunjuk uluhati. Ia percaya Allah tak pernah ingkar janji, mesti untuk itu kita mesti menanti. Ia menatap masa depan dengan mantap karena percaya DIA yang telah menemaninya pada hari-hari kemarin telah mengantarnya sampai hari ini dan setia menyertainya esok.
Kita pun demikian. Apa yang terjadi besok, lusa, minggu depan, bulan depan tak ada yang tau. Yang kita pegang adalah segenggam harap. Kita merawat harapan meskipun tidak tahu apa yang akan kita hadapi di hari depan. Kita tidak perlu cemas akan berjalan dalam gelap, karena Sang Bayi Yesus yang lahir di tempat makan hewan itu adalah IMANUEL : Allah (yang) Beserta Kita. Melangkahlah mantap karena Ia menyertaimu, menyertai kita.
Salam Tahun Baru dari Stasi St. Yohanes Paulus II
Lubuk Besar, Central Bangka (masih bagian dari Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar