Saya – baik ketika masih di Belitung maupun sekarang setelah
di Bangka – sering mengadakan perjalanan sore hari. Entah hendak ke stasi atau
pulang dari stasi. Satu hal menarik saya amati di perkampungan-perkampungan
sepanjang jalan : Pemandian!!
Umumnya tiap kampung punya pemandian, tempat mandi umum.
Letaknya agak di luar kampung. Keadaannya bisa sangat biasa, alami : air
mengalir yang membentuk kolam, kadang dibuatkan semacam bak tampung lalu air
dialirkan melalui pipa, bisa pipa bambu, plastik atau besi. Kadang-kadang sudah
dibuat tembok, sehingga tidak kelihatan dari luar. Di sana orang mandi – bahkan
kadang-kadang juga kendaraannya – mencuci dan bertemu. Menarik, karena umumnya
mereka sudah punya rumah permanen dengan asitektur modern, jadi sangat mungkin
sudah dilengkapi sarana kamar mandi dan WC. Mengapa ke pemandian??
Pemandian rupanya tidak melulu tempat orang membersihkan
kotoran, daki badan. Pemandian juga adalah ruang sosial: di sana orang
berinteraksi, bersosialisasi, bertukar informasi dan berbagi kisah. Isu-isu apa
pun bisa dipertukarkan di sana. Dari harga-harga kebutuhan pokok yang semakin
mahal. BBM yang langka, sampai isu-isu domestik : si Polan baru punya motor
baru. Si Unang menikah lagi dan ini istri yang ketiga dan lain sebagainya. Selain
ruang sosial, pemandian juga ampuh sebagai ‘ruang katarsis’: hidup yang
semrawut penuh tetek bengek butuh saluran pembuangan. Di sanalah, ketika orang
tidak berada dalam sekat-sekat, orang menemukan itu.
Hidup – apalagi ketika semangat individualistis semakin menguat –
butuh ruang-ruang sosial semacam itu. Butuh ‘pemandian’ di mana orang tidak
saja membersihkan diri secara fisik, tapi secara spiritual juga bisa plong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar