Selasa, 13 Januari 2015

Pemandian dan Ruang Sosial




Saya – baik ketika masih di Belitung maupun sekarang setelah di Bangka – sering mengadakan perjalanan sore hari. Entah hendak ke stasi atau pulang dari stasi. Satu hal menarik saya amati di perkampungan-perkampungan sepanjang jalan : Pemandian!!
Umumnya tiap kampung punya pemandian, tempat mandi umum. Letaknya agak di luar kampung. Keadaannya bisa sangat biasa, alami : air mengalir yang membentuk kolam, kadang dibuatkan semacam bak tampung lalu air dialirkan melalui pipa, bisa pipa bambu, plastik atau besi. Kadang-kadang sudah dibuat tembok, sehingga tidak kelihatan dari luar. Di sana orang mandi – bahkan kadang-kadang juga kendaraannya – mencuci dan bertemu. Menarik, karena umumnya mereka sudah punya rumah permanen dengan asitektur modern, jadi sangat mungkin sudah dilengkapi sarana kamar mandi dan WC. Mengapa ke pemandian??

Pemandian rupanya tidak melulu tempat orang membersihkan kotoran, daki badan. Pemandian juga adalah ruang sosial: di sana orang berinteraksi, bersosialisasi, bertukar informasi dan berbagi kisah. Isu-isu apa pun bisa dipertukarkan di sana. Dari harga-harga kebutuhan pokok yang semakin mahal. BBM yang langka, sampai isu-isu domestik : si Polan baru punya motor baru. Si Unang menikah lagi dan ini istri yang ketiga dan lain sebagainya. Selain ruang sosial, pemandian juga ampuh sebagai ‘ruang katarsis’: hidup yang semrawut penuh tetek bengek butuh saluran pembuangan. Di sanalah, ketika orang tidak berada dalam sekat-sekat, orang menemukan itu.

Hidup – apalagi ketika semangat individualistis semakin menguat – butuh ruang-ruang sosial semacam itu. Butuh ‘pemandian’ di mana orang tidak saja membersihkan diri secara fisik, tapi secara spiritual juga bisa plong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

𝐑𝐔𝐌𝐀𝐇 𝐓𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀, 𝐁𝐔𝐊𝐀𝐍 𝐑𝐔𝐌𝐀𝐇 𝐃𝐔𝐊𝐀

Bulan Oktober istimewa bagi saya. Papa dan Mama menikah di 21 Oktober, 49 tahun lalu. Dua adik perempuan saya lahir di Oktober. Keduanya jug...